Perencana keuangan, adalah profesional terlatih yang bertugas mempersiapkan rencana keuangan seseorang ( atau sebuah keluarga ) yang mencakup berbagai aspek. Meliputi pengaturan arus kas, perencanaan pendidikan, pensiun, investasi, asuransi, properti, hingga bisnis yang akan dijalankan.
Proses perencanaannya, meliputi strategi rinci yang disesuaikan situasi khusus klien untuk memenuhi tujuan spesifik. Meski kelihatannya mudah ( hanya memberi nasihat, saran, dan membantu mengarahkan ) namun untuk bekerja secara profesional di bidang ini, tidak bisa dilakukan sembarangan orang.
Di luar negeri, profesi perencana keuangan merupakan bidang yang sangat dihormati. Karena praktisi yang menawarkan jasa ini, bisa mempengaruhi keputusan orang lain dengan uang mereka. Untuk bisa berpraktik sebagai perencana keuangan, seseorang harus memenuhi persyaratan dan pelatihan tertentu. Di Australia contohnya, seorang perencana keuangan harus mendapat izin dari Australian Securities and Investments Commission (ASIC).
Di Amerika Serikat, seorang financial planner harus melakukan registrasi sebagai investment adviser, baru bisa mengajukan lisensi Registered Investment Adviser. Di Indonesia, ada pula sertifikasi untuk para perencana keuangan profesional. Meski sayangnya, secara keseluruhan di negara kita profesi perencana keuangan belum terlalu dikenal, meski perlahan mulai mendapat perhatian.
Bersiap Sejak Awal
"Semua orang, idealnya harus sudah mulai melakukan perencananaan keuangan sejak mereka memiliki penghasilan. Untuk perencananaan keuangan di luar dan dalam negeri, sebenarnya fungsi dan sistemnya sama. Hanya saja, produknya bisa berbeda. Misalnya, bisa saja kalau di Indonesia, emas menjadi investasi yang baik. Sementara di luar negeri, pilihannya bermain saham. Di Indonesia, jumlah orang yang aware dengan masalah keuangan belum banyak, sama dengan jumlah financial planner-nya yang belum memadai," ujar Eko Endarto RFA, seorang financial planner dari Finansial Consulting.
Mengenai peran dan manfaat seorang perencana keuangan, menurut Eko tergantung tujuan apa yang ingin dicapai klien. "Biasanya, ada tiga masalah besar ketika klien datang. Yakni persoalan pendidikan anak, pensiun, dan kartu kredit. Untuk sistemnya, kami bagi menjadi konsultasi lisan dan tulisan, yang intinya untuk membantu klien mencapai impian, mencari solusi permasalahan," tambahnya.
Pria itu mengakui, di Indonesia masih jarang ada orang yang sadar tentang arti merencanakan keuangan bagi masa depan. Orang belum terbiasa berinvestasi, menabung, juga tidak peduli pada perencanaan keuangan secara detail.
"Beberapa klien datang karena sadar perlunya rencana keuangan masa depan, namun tak sedikit yang datang ketika sudah bermasalah." Kebanyakan klien Eko berumur antara 30-50 tahun. Namun ia sarankan, ada baiknya orang datang ke perencana keuangan sejak mereka memiliki penghasilan. Tujuannya agar tidak mengalami bencana, berupa liburan boros yang menguras dompet, belanja tanpa kontrol, atau pembelian aset besar secara ngawur.
Masalah Sensitif
"Yang diperlukan untuk menjadi perencana keuangan, tentunya basic ilmu keuangan kuat, juga ilmu psikologi. Namun bukan berarti ia harus kuliah di jurusan psikologi, tapi paling tidak ia bisa mengerti karakter klien. Lalu memiliki kemampuan edukasi, mau terjun di dunia keuangan, yang terakhir memiliki empati tinggi," tambah Eko.
Bicara uang, memang bisa menjadi hal yang sensitif. "Awalnya itu memang menjadi kendala, mungkin orang tak mau bicara soal gajinya ke orang lain. Tapi tujuan seorang perencanaan keuangan, bukan ingin mengganggu hal itu, tapi untuk membantu, bagaimana dengan gaji yang ada, klien bisa mencapai tujuan-tujuan di masa datang."
Setiap individu, sebenarnya bisa mengatur keuangan mereka sendiri. Tapi orang bagi beberapa orang, terkadang butuh untuk diingatkan, diberi nasihat. Di sinilah peran perencana keuangan. Ia bisa datang untuk membantu tujuan yang ingin dicapai klien menjadi lebih cepat, efektif, dan mengurangi risiko.
Secara garis besar, pengaturan gaji seseorang harus disesuaikan prioritas. Pembagiannya, secara umum adalah 10% untuk kehidupan sosial keagamaan, 30% untuk membayar hutang, 20% untuk investasi dan proteksi, sisanya baru bisa digunakan untuk kehidupan sehari-hari.
Investasi sendiri, ada yang berbentuk produk keuangan (perbankan) dan non keuangan, seperti properti dan emas. Misalnya Anda mendadak di PHK, maka dana darurat yang besarnya 3 sampai 6 kali pengeluaran bulanan, bisa dipakai, sehingga Anda tidak harus mengganggu nilai investasi atau berhutang.
"Dana darurat itu, masuk dari 20% gaji, dan apabila sudah terpenuhi, maka nilai 20% tadi bisa dipakai untuk investasi lain," ujar Eko, yang juga penulis buku Jangan Mau Diperbudak Kartu Kredit (2011) dan Koki Duit, 10 Resep Menguasai dan Mengolah Keuangan (2008). arm/R-1
Komentar Selebritas
Christie Julia
Berhemat Tidak Belanja
"Sebenarnya sih, diri kita sendiri harus pintar mengatur uang. Jangan sampai kita sudah capek-capek kerja, lalu bersikap boros sehingga uang yang didapat hilang percuma," ujar presenter Eat Bulaga, Christie Julia, ditemui di Permata Hijau, beberapa waktu lalu.
Untuk saat ini, ia mengaku belum membutuhkan tenaga financial planner, karena semua masih bisa ia urus sendiri. Menurutnya, bagi orang tertentu jasa finansial planner sangatlah penting. Mereka bertugas membedakan rekening keperluan sehari-hari, dengan tabungan yang tidak boleh diganggu gugat.
"Tapi saat ini aku merasa belum perlu, lagian aku bukan pengusaha batubara yang pusing mengatur uang, saking banyaknya. Kalau aku, kan masih baru juga jadi artis, jadi untuk ngatur uangnya gampang," tambahnya. Meski kadang ia akui, masih susah menahan diri, saat belanja di mal. Karena pada dasarnya, ia adalah seorang yang gila belanja.
"Karena aku sadar cari uang susah, dulu kalau jalan ke mal pikirannya mau senang-senang. Jadinya makin kerja keras, makin gila belanja," imbuhnya. Namun belakangan ia mengaku punya cara, untuk menahan nafsu belanja. Yaitu dengan berpikir ulang, sepenting apa benda yang mau ia beli.
Cori Pamela
Pengeluaran Harus Dihitung
Keluarga kecil aktris FTV, Cori Pamela, mengaku belum membutuhkan jasa seorang finansial planner. Sebab selama ini, masalah keuangan mereka masih bisa diatasi dengan perencanaan matang, antara Cori dan suami.
"Buat aku, perlu sekali ada perencanaan keuangan baik, kebetulan aku orangnya suka mengkalkulasi segala hal. Semua harus direncanakan, untuk bayar ini itu, lebihnya nanti berapa, dan lain-lain. Jadi semua harus ada posnya," ujar presenter sekaligus istri Umar Syarif ini, beberapa waktu lalu.
Menurut ibu satu anak ini, karena masih bekerja untuk orang lain, dan belum memiliki perusahaan, ia merasa tidak perlu jasa financial planner profesional. Namun, selama ini amat sulit buatnya menahan hasrat belanja. Apalagi jika berhubungan dengan pakaian anak-anak, uang di tangan bisa-bisa lepas tak terkontrol.
"Tapi kalaupun hal itu terjadi, aku sudah punya back-up. Tapi kalau sudah mentok banget, aku pasti nahan," bebernya. Sampai saat ini, ia masih dipercaya suami untuk mengelola keuangan keluarga, hingga pengeluaran terkecil. Ia mengaku, penghasilannya sebagai aktris dan presenter kadang tak tetap, maka ia harus pintar-pintar mengendalikan uang. smn/R-1