Siapa bilang jika mau terlihat fashionable harus menggunakan produk atau merek luar negeri? Hal itu yang ingin dibuktikan oleh empat desainer Tanah Air, Irna Mutiara, Dwi Iskandar, Linda Hamidy Grander, dan Epoel Daeng Hasanung, yang berhasil mengolah kain tenun Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi busana modern.
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah serta kekayaan tradisi tekstil yang beragam. Hal tersebut membuat para desainer Indonesia ingin menunjukkan taringnya dalam merancang busana. Tak hanya batik, tenun juga kini mulai menunjukkan geliatnya di dunia fashion. Para desainer ini berhasil mengolah tenun khas Lombok menjadi busana modern.
Lombok, Nusa Tenggara Barat, merupakan satu daerah di Indonesia Timur yang memiliki kekayaan alam dalam menghasilkan pewarna tenun yang alami. Sebenarnya, bukan hanya Lombok yang memiliki kain tenun. Berbagai daerah di Indonesia juga memiliki jenis kain tenun yang beragam. Semuanya memiliki kesamaan, yaitu menggunakan pewarna alam sehingga menghasilkan warna yang natural.
Ketua Dekranasda NTB, Robiatu Adawiyah, mengatakan tujuannya menggandeng keempat desainer itu adalah mengenalkan kain tenun NTB ke tingkat nasional dan internasional dengan gaya modern. "Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari pulau-pulau seperti Lombok yang terkenal dengan kain songketnya yang bisanya digunakan pada acara-acara resmi. Dengan adanya empat desainer ini, diharapakan tenun ini bisa digunakan juga pada saat santai," ujar Robiatu beberapa waktu lalu.
Irna Mutiara
Perancang asal Bandung, Irna Mutiara, menghasilkan satu mahakarya rancangan busana muslim dengan judul "Treasure Trove" yang menggunakan kekayaan tekstil, yaitu kain tenun dengan pewarnaan alam. Hal itu diharapkan menjadi salah satu upaya kreatif dalam mengangkat potensi kekayaan alam tanpa menghilangkan nilai tradisinya.
Menurut Irna, tekstil yang ada di Lombok telah dikenal di Indonesia maupun lingkup luar negeri sehingga keragaman produk tenun tersebut bernilai jual tinggi. "Saya jatuh cinta terhadap hasil karya para perajin di NTB yang ternyata punya banyak potensi untuk inspirasi saya melakukan perjalanan ke Lombok dan berhasil menciptakan rancangan busana muslim menggunakan kekayaan tekstil kain tenun dengan pewarna alam," ujar Irna.
Irna Mutiara telah terlibat membina penenun NTB sejak satu tahun lalu dan telah merancang busana muslim yang modis.
Dwi Iskandar
Koleksi yang diperagakan terinspirasi dari pakaian Timur Tengah dengan kombinasi semiformal dengan menyongsong tema "New Beginning". Dwi berharap busananya bisa menjadi tren di tahun ini dengan modifikasi yang sangat unik.
Dwi mengolah kain tenun untuk busana pria yang lebih ringan. Kain tenun yang bermotif geometrik itu dirancang untuk kemeja, celana pendek, celana panjang, vest, aksen pada kemeja, kaus, atau pada celana. Warna yang digunakan antara lain hijau, kuning, jingga, dan merah marun.
Linda Hamidy Grander
Dengan tema "Glamorous Tale", Lina berhasil memodifikasi tenun dengan sangat sempurna. Tenun yang mungkin terlihat kuno, di tangan Linda menjadi pakaian yang santai dan sangat fashionable. "Saya terinspirasi dengan motif-motif masa lalu, sekitar era 50-an. Saya pikir model-model baju pada era itu tidak akan pernah punah. Bentuk baju tahun 50-an sangat bagus di tubuh wanita," tutur Linda.
Linda berusaha membuktikan kain tenun bisa digunakan dalam berbagai kesempatan, baik untuk acara resmi maupun santai. Linda mengolah kain tenun dan kain songket untuk busana kasual, cocktail, hingga gaun pesta internasional. Kain tenun bermotif garis dengan kombinasi beberapa warna terang menjadi pilihannya selain kain tenun motif songket dengan benang emas. Untuk pilihan warna songket, Linda memilih warna dasar marun, ungu, dan hitam.
Epoel Daeng Hasanung
Epoel yang mengusung tema "Warisan" kebanyakan mengolah kain tenun bermotif kombinasi motif garis, geometris, dan peach work. Beragam model atasan yang dirancangnya berupa kemeja tanpa lengan, jaket, hingga semijas. Busana dari kain tenun itu dipadukan dengan celana jins dengan berbagai pilihan gaya. Bahkan, semijas dipadukan dengan celana jins klasik. ria/R-5
Kebaya Pengantin Gaya Victorian
Dalam rangkaian event Bidakara Wedding Expo yang berlangsung 13 Maret 2013 lalu, Jemima By Eema Assegaf mengusung tema fashion show "Adhining Prameswari". Eema Assegaf memamerkan beberapa helai gaun pengantin nan indah. Tema tersebut berasal dari bahasa Jawa, yakni adhi untuk adhibusono atau dikenal dengan adibusana dan prameswari, yaitu permaisuri atau istri. Dengan demikian, artinya adalah kemegahan berbusana layaknya permaisuri raja.
Ada yang menarik dalam peragaan busana yang disuguhkan oleh Eema Assegaf. Kali ini, dia memamerkan busana pernikahan yang menyatukan budaya Barat dan Timur, yaitu Indonesia, dalam satu rangkaian yang berbenang merah gaya Victorian. Desainer kelahiran 27 Oktober 1985 ini menyuguhkan 10 rancangan yang terbagi menjadi lima busana pernikahan internasional yang bergaya Victorian, juga lima kebaya couture dengan gaya Victorian.
Bahan yang digunakan oleh Eema adalah brokat lace, duches, sequin, dan aplikasi bordir. Untuk kebaya, Eema memilih batik asal Solo yang menggunakan pewarna alami dari kulit manggis sehingga lebih ramah lingkungan. Sedangkan gong kain yang dikenakan oleh Prisia Nasution dibuat dari tenun Tulungagung. Untuk menonjolkan sisi natural kecantikan para pengantin, Eema juga mengaplikasikan hiasan pada tangan dan kaki sehingga para pengantin nantinya tidak mengenakan alas kaki.
"Persiapannya sekitar tiha bulan untuk kesepuluh koleksi yang saya persentasikan. Tidak ada yang sulit dalam prosesnya karena saya melakukannya dengan perasaan dan semangat yang luar biasa," kata Eema saat ditemui di Wedding Expo Bidakara beberapa waktu lalu. smn/R-5